Jumat, 19 Februari 2010

Maybella just wanna have fun


Unbelievable. Seperti judulnya, novel ini ceritanya unbelievable juga. Menjual mimpi (mengutip dari blognya gagas media). Tapi dibalik semua ke-hedon-an tokoh-tokohnya, dan betapa mereka amat-amat peduli pada fashion, status, brand, etcetera, novel ini punya cerita tentang persahabatan yang lumayan berbobot. Thanks God, bukan tentang cinta-cintaan anak SMA yang romantic boring.
Bahasa yang dipake seru, nggak akan ditemukan di jenis novel lain. Gaul dan penuh sisipan bahasa Inggris canggih. Kenapa canggih? Karena banyak yang diplesetin penulisannya, sampe aku pertamanya nggak ngeh apa tuh artinya.
Covernya glam girls series juga punya konsep seru. Memajang model-model yang aku kenali sebagai para Gadis Sampul. Masing-masing ngewakilin tokoh sentral di sini, Adrianna, Rashi dan May. Kalo aku tebak, yang cluenya jelas sih, Ad itu Caludia Undarsa yang rambutnya pendek, Rashi itu Indah yang mukanya Indonesia banget, dan May pasti Sheila Tohir si muka bule.
Kali ini novel diceritain oleh Shina Maessa Wijaya, a.k.a. Maybella. Analisis singkat tentang Maybella, tiga hal yang paling dia suka : kucing, belanja, dan kopi. Wait, make it four, yang satunya lagi cowok kali ya? Dari kesehariannya, dia kaya can’t live without boy, barang seminggu aja. Meskipun kelewat jahat kalo bilang dia adalah men eater. May sama sekali ga study-oriented, sekolah buat formalitas aja, dan tentu untuk bersosialisasi dengan sesama manusia. Yah itulah, persahabatan, gossip, dan hal-hal lain. PR, atau yang mereka sebut assignment, slalu nyontek Ad-the nerdy one of the clique.
Pertamanya agak nggak bisa terima dengan gaya hidup Rashi’s clique dan seluruh anggota masyarakat Voltaire International School. Di atas awang-awang banget rasanya. Kok bisa ada orang-orang yang begitu concern-nya sama tas dan sepatu mereka buat ke sekolah, sementara orang lain di luar sana banyak yang lagi mikir setengah mati, ‘mau makan apa besok?’. Trus, mereka gampang banget ya dapetin barang-barang merk ‘wah’ yang nggak pernah aku denger sebelumnya itu, seolah duit tinggal cetak sesuka hati (that’s what credit cards are for). Kontras sama realita yang biasa aku liat sehari-hari.
Tapi ya, melihat bagaimana hidup dari sudut pandang orang-orang jetset boleh juga, menarik.
Over all, I luvre dis book!! and May too. ceritanya nagih banget deh.

0 komentar:

Posting Komentar