Selasa, 01 Juni 2010

kelas biokim nan Horor

Hari pertama di bulan Juni. Harus menghadapi sebuah situasi sulit : presentasi Biokimia, tentang fase HMP Shunt, dosennya super horor dan bawel dan pembawaannya keras dan selalu mengoreksi kita dengan cara nggak ngenakin dan dan dan.... intinya situasi ini pengen banget deh di skip aja dari hidup. Pas berangakt kuliah tuh udah mules-mules perutku, apalagi pas Rata Penuhbapaknya dateng, berasa gugup dan pengen lari aja.

Sudah diduga nggak ada satu pun anggota kelompokku yang lain yang rela jadi pemapar, maka dengan sejuta cinta marshanda, Zzzzzz kok jadi judul sinetron itu sih?, dengan sejuta kenekatan aku bilang, "Ya udah aku aja..."

Aslinya sih aku udah rela mau maju, mengingat pesan pak Budi guru SMP tercinta, "Orang yang menanggung resiko terbesar, dialah yang akan menjadi orang besar." Besar=sukses=SOMEONE gitu deh kira-kira. So I took the risk! Maka dari itu aku sampe tidur jam 2 pagi untuk persiapan. Hahaha...nggak ding, sebenernya sih makan-nonton Take a Celebrity Out-Males2an-buka Facebook, dan persiapan baca materi hanya sebentar saja di penghujung malam. =D Tapi tetep dong usaha memahami.

Pas awal-awal ngomong tuh berasa jadi orang paling salah....sedunia, tangan gemetaran dan kalimat agak nggak tertata. Tapi lama-lama udah cooling down sih, pas disela pertama sama si bapak, malah oke-oke aja, meski beliau nggak menggunakan kalimat manis-manis (ya iyalah!), tapi aku tetep menerima dengan lapang dada.

Easy going aja deh, mau aku tamatin bukunya Harper juga belum tentu bapaknya nggak punya bahan selaan. Jadi ya biarkan dia mengoreksi (mungkin itu memang hobinya), salah-salah dan nggak lancar is sooooo human......

Selesai juga akhirnya meski ditutup dengan penilaian "Kelompok ini nggak akan saya nilai bagus, karena nggak maksimal, baru minimal, margin aja udah sukur."
Hah, what is the meaning of margin sir?

Lalu ada kejadian Palembang vs Banyumas antara Septa dan si bapak yang beradu argumen soal kalimat, "Mungkin pengetahuan kelompok kami memang kurang." Mantap deh Septa, berani banget.
Bapaknya bilang kalau Septa terbawa emosi, karena nggak ada senyum pas dia ngomong. Ironisnya bapak ini juga nggak pernah senyum, trus gimana dong?

La la la la la la la....berakhir untuk sementara deh penderitaan ini. Hahahaha. Aku berniat merayakannya dengan nyewa film bagus, eh tapi belum buka rentalannya. Zzzzzzz.....nggak tau kenapa jadi terdampar ke Jalan Gereja, lokasi SMP tersayang, jalan yang dipenuhi berbagai macam pedagang kaki lima. Jadi kangen berat suasana jalan sepulang sekolah di situ, padat merayap.

Bapak-bapak penjual lekker yang udah ada sejak jaman sepupuku SD (kini usianya 24 tahun) masih jualan aja. Beli deh aku...murah meriah lagi harganya. SMPku yang dulu tersembunyi di gang sekarang dibangun lobi megah di pinggir jalan, bagus deh. Sama lah kaya SMA 2 juga, baru dibagusin setelah aku lulus, ckckckck dunia memang terkadang tidak adil.

Tapi semua memang sudah ditakdirkan, aku udah ditakdirkan maju ke depan tadi dan nyatanya baik-baik aja, dan ditakdirkan untuk nggak minjem film, supaya bisa tidur siang. Kesimpulan macam apa nih? =D


p.s. Dear pak dosen, saya tidak membenci Anda, hanya saja kuping saya memang capek kalau mendengar kalimat-kalimat tajam bapak terus-terusan. Peace.....V^_^

0 komentar:

Posting Komentar